Langsung ke konten utama

RUANG LINGKUP PROFESI KEGURUAN

 

Ruang lingkup Profesi keguruan

    Profesi guru pada saat ini masih banyak di bicarakan orang, atau masih saja di pertanyakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar pendidikan. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini hampir setiap hari, media massa memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut banyak yang cenderung melecehkan posisi guru.

    Masyarakat/orang tua murid pun kadang-kadang mencemooh dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas, dan sebagainya, manakala putra/putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau mempunyai kemampuan yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

    Sikap dan perilaku masarakat tersebut memang bukan tanpa alasan, karena memang ada sebagian kecil oknum guru yang melanggar/ atau menyimpang dari kode etiknya. Anehnya lagi kesalahan sekecil apapun yang diperbuat guru mengundang reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat di maklumi karena dengan adaya sikap demikian menunjukkan bahwa guru menjadi anutan bagi masyarakat di sekitarnya.

    Lebih dari sekedar anutan, hal ini pun menunjukkan bahwa sampai saat ini masih di anggap eksis, sebab sampai kapan pun posisi/peran guru tidak akan bisa di gantikan sekalipun dengan mesin canggih. Karena tugas guru menyangkut pembinaan sifat mental manusia yang menyangkut aspek-asek yang bersifat manusiawi yang unik dalam arti yang berbeda.

Kompetensi Guru

    Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.

    Guru pendidikan dasar maupun sekolah tingkat tinggi perlu memiliki kemampuan memantau atas kemajuan belajar siswanya sebagai bagian dari kompetensi pedagogik dengan menggunakan berbagai teknik asesmen alternatif seperti pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, potofolio, memajangkan karya siswanya. Guru sebagai pedagogik perlu meningkatkan kompetensinya melalui aktivitas kolaboratif, menjalin kerjasama dengan orang tua, memberdayakan sumber-sumber yang terdapat di masyarakat, melakukan penelitian sederhana. Diaz, Pelletier, dan Provenzo mengatakan bahwa guru harus senantiasa berusaha memperbaiki kinerjanya dan mengatasi masalah-masalah pembelajaran dan senantiasa mengikuti perubahan. Dalam membelajarkan siswa, menurut Cruicksank, Jenkins, dan Metcalf, guru perlu menguasai pemanfaatan ICT untuk kebutuhan belajarnya.

    Kegiatan belajar dan pembelajaran perlu dikelola dengan baik. Menurut Tight mengelola pembelajaran adalah rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada siswa agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran yang merupakan sebuah cara dan proses hubungan timbal balik antara siswa dengan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Batasan tersebut selaras dengan pendapat Tim Wollonggong bahwa mengelola pembelajaran merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan kebutuhan siswa, sehingga terjadi proses belajar.

Depdiknas juga merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Berdasarkan definsi tersebut Rastodio (2009) mendefinisikan kompetensi guru sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. Selanjutnya Kepmendiknas nomor 16 Tahun 2007 menetapkan standar kompetensi guru yang dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

 

Kompetensi Guru dalam Konteks Kebijakan

    Dalam perspektif kebijakan Pendidikan nasional, pemenrintah telah Merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagai mana tercantum penjelasan pengaturan pemerinta No 19 Tahun 2005 tentang standar nasional Pendidikan, yaitu:

1. Kompetensi pedagogic

    Kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru meliputi pemahaman Guru, evakuasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci tiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut :

  • Memahami pesrta didik secara mendalam 
  • Merancang pembelajaran
  • Melaksanakan pembelajaran 
  • Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran 
  • mengembangan pesrta didik untuk mengaktulisasikan berbagai potensinya

2. Kompetensi Kepribadian

    Menurut hall & lindsey, (1970: 167), kepribaian dapat didefinisikan : ‘’the personality is not Series of biographical facts but something more general and enduring that is inferred from the Facts.’’ Definisi ini memperjelas konsep kpribadian yang abstrak yang karenanya bisa dirumuskan Konstruknya lebih memiliki indikator empirik. Implikasi dari pengertian tadi adalah bahwa kepribadian individu merupakan serangkaian kejadian, karakteristik dalam keseluruhan kejadian, dan karakteristik dalam keseluruhan kehidupan dan merefleksikan elemen-elemen tingkah laku yang bertahan lama, berulang ulang, dan unik.

    Oleh Karena itu, kompetensi kepribadian bagi guru merupakan kemampuan personal yang Mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berkhlak dan beribawa, dan kemudian Dapat menjadi teladan bagi peserta didik. Secara rinci subkompetensi kepribadian terdiri bagi:

  • Kepribadian yang mantap dan stabil 
  • Kepribadian yang dewasa 
  • Kepribadian yang arif 
  • Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan  

3. Kompetensi sosial

    Kompetensi sosial merupakan kemampuan yang harus dimiliki guru untuk berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, sama pendidik, tenaga kependidikan, orangrua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:

  • Mampu berkunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik 
  • Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan; misalnya bisa berdiskusi tentang masalah-masalah yang dihadapi anak didik serta solusinya.
  • Mampu berkomukasi dan bergaul secara efektiv dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Contohnya guru bisa memberikan informasi tentang bakat, minat dan kemampuan peserta didik kepada orang tua pesrta didik.

4. Kompetensi profesional

    Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang harus dikuasai guru mencakup penguasaan materi kurikulum materi pelajaran di sekolah dan subtansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:

  •  Mengusai subkompetensi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.
  • Keseluruhan kompetensi guru dalam praktiknya merupakan satu kestuan yang utuh. Hal ini mengacu pandangan yang menyebutkan bahwa sebagai guru yang berkompensi harus memiliki:

  1. Pemahan terhadap karakteristik peserta didik;
  2. Penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun kependidikan;
  3. Kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik ; dan
  4. Kemauan dan kemampuan mengembangkan profesioanalitas dan kepribadian dan kepribadian secara berkelanjutan.

Merriam (1989) menyarankan bahwa kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru adalah:

  1. Memahami motivasi para siswa ;
  2. Memahami kebutuhan belajar siswa;
  3. Memiliki kemampuan yang cukup tentang teori dan praktik;
  4.  Mengetahui kebutuhan masyarakat para pengguna pendidikan;
  5. Mampu mengunakan beragam metode dan Teknik pembelajaran
  6. Memiliki keterampilan mendengar dan berkumunikasi (lisan dan tulisan);
  7. Mirigetahui bagaimana menggunakan materi yang di ajarkan dalam praktik kehidupan nyata;.
  8. Memiliki pandangan yang terbuka untuk memperkenankan siswa mengembangkan minatnya masing-masing
  9. Memiliki keinginan untuk terus memperkaya pengetahuannya dan melanjutkan studinya
  10. Memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi suatu program pembelajaran.

 Kompetensi Guru dalam Mengajar

1. Mengajar dan mengembangkan potensi siswa

    Gaya guru dalam megajar di kelas, pada umumnya dipengaruhi oleh persepsi guru iu sendiri tentang mengajar. Jika seorang guru mempunyai persepsi bahwa mengajar adalah hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, maka dalam mengajar guru tadi cenderung menempatkan siswa sebagai wadah yang harus diisi oleh guru. Praktiknya, guru menerangkan pelajaran dan siswa memperhatikan, selanjutnya siswa diuji guru. Jika siswa tidak mampu memberikan jawaban secara benar, maka kesalahan cenderung ditimpakan kepada siswa.

    Ada juga guru dalam mengajar melibatkan siswa, memberikan prosi yang banyak kepada siswa untuk aktif sehingga guru mampu bertindak sebagai facilitator. Praktiknya, guru dikelas mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif, berpartisipasi dalam proses belajar-mengajar. Diakhir pembelajaran evaluasi dilakukan terhadap siswa juga guru itu sendiri.

    Menurut Celdic, (1995:23) guru-guru mendefinisikan tujuan belajar secara berbeda-beda. Ia mengelompokkan definisi-definisi itu kedalam empat kategori, yaitu: transfer, shaping, travelling, dan growing.

1. Transfer

    Dalam model ini, mengajar dilihat sebagai proses pemindahan pegetahuan dari seseorang (guru) kepada orang lain (peserta didik). Siswa dipandang sebagai wadah yang kosong, dan jika pengetahuan tidak berhasil ditransfer kepada siswa, mak kesalahan cenderung ditimpakan ke siswa.

2. Shaping

    Dalam model ini pembelajaran merupakan proses pembentukan karakter siswa pada bentuk-bentuk idealyang ditentukan. Disini siswa diajar keterampilan-keterampilan dan cara-cara bertingkah laku yang dianggap bermanfaat bagi mereka. Minat dan motif siswa hanya dianggap penting sepanjang membantu proses pembentukan karakter tersebut.

3. Travelling

    Dalam model ini pengajaran dilihat sebagai pembimbingan siswa melalui mata pelajaran. Mata pelajaran dipandang dan disajikan sebagai sesuatu yang menantang yang harus dihadapi siswa dan kadang-kadang sulit untuk dieksplorasi.

4. Growing

    Model ini memfokuskan pengajaran pada pengembangan kecerdasan, fisik, dan emosi siswa. Tugas guru adalah menyediakan situasi dan pengalaman untuk membantu siswa dalam perkembangan mereka secara optimal. Ini merupakan model yang berpusat pada siswa, dimana keseluruhan mata pelajaran kemudian tidak begitu penting dan tidak menjadi tujuan, tetapi mata pelajaran tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan minat siwa untuk berkembang menjadi pribadi yang mandiri, kreatif dan inovatif.

Masing-masing model tersebut mempunyai pengaruh penting terhadap tindakan dan komitmen guru, yang pad akhirnya mendukung terbangunnya etos sekolah yang baik.


 2. Merancang Pembelajaran yang Menarik

    Saat penulis mengajar pada jenjang SMP, penulis meminta pendapat beberapa siswa kelas VII-IX tentang pembelajaran yang menarik. Mereka lebih memiliki komitmen pada pencapaian prestasi belajar. Penulis mendapatkan jawaban yang menakjubkan. Betapa tidak, siswa yang rata-rata berumur dibawah 15 tahun itu bisa memberikan jawaban yang cukup lengkap bagi penyelenggaraan proses pembelajaran yang berkualitas, suatu jawaban yang biasanya hanya uncul dari guru-guru berpengalaman. Bahkan jawaban tersebut jika dianalisis secara mendalam akan mewakili karakter siswa (berprestasi) pada jenjang SD maupun SMA, dan bahkan mahasiswa sekalipun. Begini paparan para siswa tersebut, jika diformulasikan kedalam kalimat yang lebih tertata.

“Pembelajaran menarik adalah pembelajaran yang didalamnya ada cerita, ada nyanyian, ada tantangan, dan ada pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Guru santai dan humoris, namun memiliki kesungguhan menjembatani dan menolong siswa dalam menguasai materi pelajaran melalui cara-cara mudah, cepat, dan menyenangkan. Gurunya mengerti dan memahami kondisi kami, serta memberikan perhatian penuh kepada kelas. Selain itu, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju dan berkembang,tidak hanya pada siswa-siswa tertentu saja”.

    Dalam proses pembelajaran, siswa memang harus dikondisikan secara positif sehingga tumbuh perasaan senang dan memiliki motivasi untuk memperhatikan seluruh materi yang disampaikan guru. Jika ukurannya hanya terfokus pada siswa senang dan memperhatikan mata pelajaran, mungkin tujuan pembelajaran tidak tercapai. Pasalnya, siswa bisa saja bertindak “seolah-olah” (seolah-olah senang atau seolah-seolah memperhatikan) untuk menbuat guru merasa senang, sehingga guru (mungkin) tidak marah-marah kepada mereka.

   Pembelajaran yang menarik dapat mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan bebab psikologis siswa, dan hal ini tentunya dapat mngefektifkan dan mengefisienkan aktivitas belajar-balajar di kelas. Pembelajaran yang efektif dan efisien membutuhkan kerja sama yang kompak antara guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran harus terjadi interaksi yang intensif antar berbagai komponen system pembeajaran (guru, siswa, materi belajar, lingkungan).

Menurut pasal 19 ayat (1) PPN No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembelajaran harus disajikan secara menarik. Wujud dari pembelajaran tersebut harus interaktif, inspiratif, menyenagkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.


3. Membangun Pembelajaran

    Untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik (sekaligus efektif dan efisien ) dan memberikan tujuan dan arah dan jelas terhadap proses pembelajaran, William Waston Purkey dalam artikelnya bertajuk “preparing invitational teachers for next century schools’’ (slick, 1995:1-3) menyarankan empath al yang harus ada dan dipenuhi dalam setiap proses pembelajaran, yakni 1) kepercayaan, 2) rasa hormat ,3) optimisme, dan 4) kesengajaan

Petama: proses pembelajaran soyogyanya merupakan kegiatan Bersama dan saling mendukung antara guru dan siswa, dimana proses sama pentingnya dengan prodak. Dalam praktik pembelajaran di tuntut terjadinya suatu pengenalan “saling membutuhkan” diantara sesama yang terlibat dalam proses pembelajaran. Bahkan andaikata usaha membuat siswa melakukan apa yang diinginkan oleh guru tanpa kerja sama meraka dianggap berhasil, energi yang dihabiskan oleh guru biasanya tidak sepadan dengan apa yang di capai. Pendek kata dalam proses pembelajaran guru dan siswa harus saling mempercayai dan saling menghargai peran mereka masing-masing.

Kedua: rasa hormat. Rasa hormat dapat diwujudkan melalui rasa ke-pedulian yang mendalam terhadap para siswa. Rasa “saling menghormati” diantara guru dan siswa ini adalah dasar bagi terbangunnya tagung jawab Bersama dalam proses belajar-mengajar

Ketiga: Optimisme. Setiap siswa mempunyai potensi yang tak terbatas. Sebagai mahluk yang unik, siswa sukar memberi alasan akan potensi yang dimilikinya secara nyata. Meskipun demikian, siswa harus tetap optimis dalam melakukan aktivitas dalam proses belajar. Dalam pembelajaran di kelas, tidak akan menarik jika guru dan siswa tidak membangun rasa optimis akan potensi yang dimiliki siswa.

Keempat: kesengajaan. Sesunggunya siswa bisa mengenali potensi yang dimilikinya. Dengan mengenali potensinya, guru dapat merancang program pembelajaran bagi siswa. Ini dapat dilakukan secara sengaja untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana potensi siswa dalam mempelajari suatu bahan ajar. Selanjutnya, guru dengan sengaja harus dapat membuat dirinya meanarik, sebagai pribadi maupun sebagai sosok profesional, sehingga dapat merangsang perkembangan siswa. Sebaiknya siswa juga harus dikondisikan agar memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya belajar dengan sistematis dan berkelanjutan.

Pembelajaran yang menarik juga dapat diperoleh melalui pengalaman yang menyenangan siswa. Melalui pengalaman inilah siswa menda’pat banyak pelajaran akan kehidupan. Ada beberapa kiat praktis agar belajar pengalaman yang menyenangkan bagi siswa, yakni:

a. Ciptakan lingkungan Tanpa Stres

b. Manfaatkan Sarana Bermain Untuk Belajar

c. Gunakan Kelima Indra Anak Sebagai Jalur Belajar

d. Pakailah Seluruh isi Dunia Sebagai “Ruang Kelas”

e. Pentingnya Dorongan Positi


4. Memahami Gaya Guru adalah Gaya Belajar Siswa

    Kondisi umum para siswa di sekolah sangatlah unik, perbedaan karakter siswa kerap menjadi masalahbagi pihak sekolah, terutama bagi guru yang langsung bersentuhan dengan siswa dalam prose pembelajaran. Perbedaan karakter pada siswa seperti adanya normal, nakal, gagal, lambat belajar, serta yang mempunyai keterbelakangan mental, adalah hal yang lumrah, sebab manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan karakter yang dipengaruhi oleh factor genetic dan lingkungan mentransformasikan seorang manusia menjadi individu yang memiliki karakter dasar yang unik. Oleh Karena itu guru harus bisa memahami perbedaan kemampuan siswa yang akan belajar sebelum proses belajar mengajar, yakni kecerdasan siswa yang beragam.

    Dalam proses pembelajaran terkadang siswa dijadikan sumber masalah ketika pembelajaran tersebut dianggap tidak sukses. Padahal, jika kita mau jujur dan merenung secara mendalam, anggapan tersebut tidak benar. Sebenarnya bukanlah siswa yang bermasalah, melainkan siswa mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang disampaikan oleh guru. Bobbi dePorter, penulis buku Quantum Learning dan Quantum Teaching (2001), menjelaskan bahwa proses pembelajaran dapat divisualisasikan dengan membayangkan diri kita berada dalam ruangan yang gelap gulita.ketika sebuah senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul ke dinding dengan saat jari kita menekan tombol “on” pada senter tersebut sangat cepat, bahkan hampir bersamaan. Begitu juga dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak siswa dalam menangkap materi dan informasi dari guru adalah 1.287 km/jam, sama dengan kecepatan cahaya yang keluar dari senter yang memantul ke dinding. Tapi kenapa banyak siswa yang bingung, lambat, bahkan gagal dalam mencerna materi belajar dari guru? Ternyata, banyaknya siswa yang dianggap lambat dan gagal menerima materi dari guru disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, jika gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa, semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru akan merasa senang Karena menganggap semua siswanya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

GURU SEBAGAI KOMUNIKATOR DAN FASILITATOR

 Rabu, Kata "fasilitator" berasal dari bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Istilah “fasilitator” menyiratkan bahwa guru juga harus berperan dalam kapasitas ini. Di hadapan siswanya, guru berkembang menjadi jembatan yang kuat. Guru lebih banyak melakukan pembelajaran berbagi, atau apa yang disebut sebagai belajar bersama, dalam peran ini. Ketika seorang guru mengajarkan dasar-dasar suatu mata pelajaran, dia tidak akan mendalami pelajarannya; sebaliknya, dia hanya akan menanyakan informasi kepada murid-muridnya yang dia yakin sudah mereka ketahui. Basis data pengetahuan ini akan bersatu membentuk kumpulan pengetahuan yang luar biasa. Tanggung jawab guru, tugas dan wewenang guru, teknik komunikasi, teknik fasilitator serta Apa yang di maksud guru  sebagai fasilitator. Adapun penjabaranya sebagai berikut. A.   Tanggung Jawab Guru Diantara  tanggung jawab guru adalah menciptakan suasana atau iklim proses pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senant

PENGEMBANGAN POTENSI PESERTA DIDIK

  Rabu, Pengertian Potensi     Potensi adalah kemampuan yang masih terkandung dalam diri peserta didik yang diperoleh secara herediter (pembawaan). Menurut Syaodih (2007:159) kecakapan potensial merupakan kecakapan-kecakapan yang masih tersembunyi, masih kuncup belum terwujudkan, dan merupakan kecakapan yang dibawa dari kelahiran. Dengan demikian potensi merupakan modal dan sekaligus batas-batas bagi perkembangan kecakapan nyata atau hasil belajar. Peserta didik yang memiliki potensi yang tinggi memungkinkan memiliki prestasi yang tinggi pula, tapi tidak mungkin prestasinya melebihi potensinya. Melalui proses belajar atau pengaruh lingkungan, maka potensi dapat diwujudkan dalam bentuk prestasi hasil belajar atau kecakapan nyata dalam berbagai aspek kehidupan dan perilaku. Oleh karena potensi merupakan kecakapan yang masih tersembunyi atau yang masih terkandung dalam diri peserta didik, maka guru sebaiknya memiliki kemauan dan kemampuan mengidentifikasi potensi yang dimiliki peserta did

TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PEMBELAJARAN

Selasa,  Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Pembelajaran dan Pengembangan Diri Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mencangkup dua hal yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Seperti yang sudah kita bahas di atas, teknologi informasi secara umum yaitu penggunaan sistem perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) dengan menggabungkan komputer dengan jalur komunikasi untuk mengelola dan menyampaikan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah suatu hardware atau perangkat keras dalam sebuah struktur yang digunakan untuk pertukaran informasi, tanda, dan data. Teknologi informasi dan komunikasi atau sering disebut dengan kata TIK merupakan segala kegiatan yang berkaitan dengan pemrosesan, pengelolaan, dan penyampaian atau pemindahan informasi antar media. Adapun pengertian teknologi informasi dan komunikasi menurut para ahli yaitu : Menurut Susanto, teknologi informasi dan komunikasi atau TIK adalah sebuah media atau alat bantu yang digunakan